Kenapa F1 Kurang Laris di Indonesia Bila Dibandingkan dengan MotoGP?

Table of Contents

 

Kenapa F1 Kurang Laris di Indonesia Bila Dibandingkan dengan MotoGP?

Satupiston.com - Assalamu'alaikum. Formula 1 (F1) merupakan ajang balap mobil paling bergengsi di dunia.


Namun, di Indonesia, pamornya masih kalah jauh dibandingkan dengan MotoGP.


Fenomena ini menarik untuk dikaji, mengingat keduanya sama-sama mengandalkan kecepatan dan teknologi tinggi.


Popularitas MotoGP di Indonesia sudah terbangun sejak era Mick Doohan hingga Valentino Rossi.


Nama-nama besar itu membawa atmosfer balap motor ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia.


Sementara itu, F1 meski menampilkan teknologi paling canggih di dunia otomotif, belum mampu menembus pasar massa dengan kekuatan serupa.


Salah satu alasan utama adalah faktor historis dan kedekatan emosional masyarakat Indonesia terhadap balap motor.


Sejak lama, motor sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Tanah Air.


Dari transportasi hingga gaya hidup, motor memiliki tempat istimewa di hati masyarakat.


Kedekatan itu membuat ajang seperti MotoGP terasa lebih “dekat” dan mudah diterima publik.


Sementara F1 dianggap terlalu jauh dari realitas keseharian masyarakat.


Selain itu, akses terhadap informasi dan tontonan F1 di masa lalu juga tidak semasif MotoGP.


Stasiun televisi nasional lebih sering menayangkan MotoGP daripada F1.


Hal ini menciptakan kesenjangan generasi dalam hal minat dan pemahaman tentang dunia balap mobil.


Ketika anak-anak tumbuh menonton aksi Rossi, Marquez, atau Lorenzo, sosok pembalap F1 seperti Michael Schumacher atau Lewis Hamilton tidak memiliki ruang tayang sebesar itu.


Faktor biaya dan eksklusivitas F1 juga menjadi penyebab lain rendahnya antusiasme publik Indonesia.


Untuk menonton balapan F1 secara langsung, penggemar perlu mengeluarkan biaya besar, bahkan sekadar untuk akses digital resmi.


Sementara MotoGP lebih mudah diakses, baik dari sisi siaran maupun merchandise.


Selain itu, sponsor lokal lebih tertarik masuk ke dunia MotoGP karena potensi pasar motor di Indonesia sangat besar.


Pabrikan seperti Yamaha dan Honda memiliki basis konsumen luas di Indonesia.


Keterlibatan langsung merek-merek tersebut di MotoGP otomatis memperkuat daya tariknya di mata masyarakat.


Sebaliknya, F1 masih dipandang sebagai olahraga elit yang lebih dekat dengan kalangan atas dan negara-negara Eropa.


Faktor lokasi sirkuit juga memengaruhi persepsi publik.


Indonesia baru memiliki sirkuit berstandar internasional untuk motor seperti Mandalika.


Sedangkan untuk balapan mobil F1, fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan jauh lebih kompleks dan mahal.


Penyelenggaraan F1 membutuhkan tingkat keamanan, logistik, serta teknologi tinggi yang belum sepenuhnya tersedia di Indonesia.


Padahal, kehadiran ajang seperti itu bisa meningkatkan nilai pariwisata dan investasi jika dijalankan dengan serius.


Dari sisi budaya tontonan, masyarakat Indonesia juga lebih menyukai hiburan yang dinamis dan dekat dengan karakter lokal.


MotoGP menghadirkan sensasi adrenalin yang bisa dirasakan secara visual oleh penonton.


Pembalap terlihat langsung beradu nyali di tikungan, dengan risiko jatuh yang menegangkan.


Sementara F1, meski secara teknis lebih rumit, terasa “dingin” dan kurang dramatis bagi penonton awam.


Perlombaan F1 lebih banyak diwarnai strategi pit stop dan perhitungan waktu yang presisi.


Bagi masyarakat yang tidak terbiasa dengan konsep teknis seperti aerodinamika atau degradasi ban, balapan mobil bisa terasa monoton.


Namun, bukan berarti F1 tidak punya penggemar di Indonesia.


Komunitas F1 Indonesia terus tumbuh, terutama sejak era digital membuka akses tontonan global.


Media sosial menjadi wadah bagi generasi muda untuk mengenal pembalap modern seperti Max Verstappen dan Charles Leclerc.


Streaming online juga membuat penggemar F1 lebih mudah mengikuti setiap seri balapan tanpa batas geografis.

Wassalamu'alaikum.

Irvan, S.E.
Irvan, S.E. Hallo, Saya Irvan, Saya adalah blogger yang sudah aktif menulis mengenai seluk-beluk permotoran sejak tahun 2019 dan sekarang merambah ke permobilan. Saya adalah lulusan SMK Otomotif di tahun 2015 dan lulus sebagai Sarjana Ekonomi di tahun 2019.

 ⚠  Iklan  ⚠ 

 ⚠  Iklan  ⚠ 

Suka dengan artikel Satupiston.com? Jangan lupa subscribe kami di Youtube :)