Pekerjaan Mata Elang (Debt Collector) Apakah Legal atau Ilegal?
Satupiston.com - Assalamu'alaikum. Pekerjaan mata elang atau debt collector kembali menjadi sorotan publik seiring meningkatnya insiden pelanggaran hukum yang melibatkan oknum dalam profesi tersebut.
![]() |
Ilustrasi. Sumber: Pixabay/ garten-gg |
Fenomena ini kerap menimbulkan perdebatan sengit di masyarakat, terutama mengenai legalitas dan prosedur kerja mereka.
Tidak sedikit warga yang merasa dirugikan akibat tindakan kasar yang dilakukan oleh individu yang mengaku sebagai mata elang.
Di satu sisi, keberadaan mata elang dianggap sebagai solusi bagi lembaga pembiayaan dalam menertibkan debitur bermasalah.
Namun di sisi lain, praktik penarikan kendaraan yang dilakukan tanpa prosedur hukum yang benar kerap mengundang persoalan hukum baru.
Di tengah tekanan ekonomi dan meningkatnya angka kredit bermasalah, jasa penagihan utang ini tumbuh subur, terutama di kota-kota besar.
Dilansir dari Inca Berita, mata elang adalah sebutan untuk individu atau kelompok yang bekerja sebagai pihak ketiga dalam urusan penagihan kendaraan kredit bermasalah.
Mereka umumnya bekerja sama dengan perusahaan leasing atau pembiayaan, meski tidak selalu memiliki hubungan kontraktual resmi.
Modus kerja mereka dilakukan di lapangan, yakni dengan membuntuti kendaraan yang dicurigai menunggak cicilan, kemudian melakukan penarikan secara langsung di tempat.
Permasalahan muncul karena praktik ini kerap tidak disertai dokumen resmi, seperti surat tugas atau putusan pengadilan, yang seharusnya menjadi dasar hukum dalam penyitaan barang jaminan fidusia.
Menurut regulasi yang berlaku di Indonesia, perusahaan pembiayaan memiliki hak untuk menarik barang yang menjadi jaminan fidusia bila debitur wanprestasi.
Namun, proses penarikan itu harus mengikuti prosedur hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor 18/PUU-XVII/2019 menegaskan bahwa penarikan barang jaminan fidusia hanya dapat dilakukan setelah ada penetapan dari pengadilan.
Putusan ini mengikat dan harus diikuti oleh seluruh pihak, termasuk perusahaan pembiayaan maupun pihak ketiga seperti mata elang.
Namun dalam praktiknya, masih banyak mata elang yang melakukan penarikan tanpa membawa surat tugas, surat fidusia, atau putusan pengadilan.
Hal ini membuat tindakan mereka berpotensi melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai perampasan atau tindak pidana lain.
Kepolisian RI pun telah beberapa kali mengingatkan bahwa masyarakat berhak menolak bila kendaraan mereka ditarik paksa tanpa prosedur yang benar.
Pihak leasing yang bekerja sama dengan debt collector ilegal juga dapat dimintai pertanggungjawaban bila terbukti melanggar aturan.
Tidak sedikit kasus penarikan kendaraan oleh mata elang berakhir dengan kekerasan atau intimidasi terhadap pemilik kendaraan.
Situasi ini membuat masyarakat merasa tidak aman, bahkan dalam beberapa kasus menimbulkan trauma psikologis, khususnya bila dilakukan di depan umum atau melibatkan kekerasan fisik.
Dari sisi ketenagakerjaan, mata elang umumnya tidak memiliki perlindungan hukum atau status pekerja tetap.
Mereka bekerja secara freelance dengan sistem komisi, tanpa asuransi, jaminan sosial, atau pelatihan resmi dari lembaga keuangan.
Ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan juga terpapar risiko hukum tinggi bila melakukan kesalahan prosedur.
Beberapa lembaga pembiayaan yang profesional telah meninggalkan praktik penarikan melalui mata elang dan memilih jalur hukum dalam menyelesaikan tunggakan debitur.
Namun, di tingkat lapangan, praktik ini masih marak karena dianggap lebih efisien secara waktu dan biaya dibandingkan proses hukum.
Para ahli hukum menyarankan agar masyarakat yang menghadapi penarikan kendaraan oleh mata elang segera meminta dokumen resmi dan tidak ragu melaporkan ke kepolisian bila terdapat pelanggaran.
Pemerintah pun didorong untuk membuat regulasi yang lebih tegas dan mengawasi pelaksanaan penagihan utang di lapangan.
Dalam menghadapi situasi ini, transparansi dan edukasi kepada masyarakat menjadi langkah penting untuk menghindari terjadinya pelanggaran hak.
Keberadaan mata elang mungkin tidak bisa dihapuskan sepenuhnya dalam waktu singkat, namun perlu pengawasan ketat agar keberadaan mereka tidak melenceng dari koridor hukum.
Selama prosedur hukum ditaati, pekerjaan sebagai penagih utang sebenarnya bisa tetap berjalan secara legal dan profesional.
Namun tanpa pengawasan dan pemahaman hukum yang tepat, praktik ini bisa berubah menjadi ancaman bagi ketertiban dan rasa keadilan masyarakat.
Wassalamu'alaikum.